1.25.2012

Indonesia Raya di Yogyakarta

Yogyakarta menjadi termasyur karena jiwa kemerdekaannya. Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaan itu. -Bung Karno

The City of Jogjakarta and the Kingdom of Jogjakarta was established as a result of a "Gianti war treaty" (Perjanjian Gianti) by HRH Prince Mangkubumi, who later become HRH Sultan Hamengkubuwono I. Officially, the creation of Kingdom of Jogjakarta is dated to October 7, 1756 as a result of civil war among the bloodline of The Kingdom of Mataram. Yogyakarta was the Indonesian capital during the Indonesian National Revolution from 1945 to 1949.

4 Januari 2012 adalah genap 66 tahun Jogja sebagai ibukota. Kirab budaya dilakukan dari Gedung DPRD DIY sampai Gedung Agung. Di tengah perayaan, seorang wanita menyelinap secara perlahan dan berusaha mengambil tempat paling depan, sejajar dengan para tokoh dalam kirab dan wartawan media massa. Tanpa undangan, ia datang dengan kebetulan, sehabis menemani dirinya seorang diri mengelilingi keramaian jalanan Malioboro. Ia cepat-cepat merogoh saku, mengambil ponsel dan merekam beberapa bagian yang baru dilihatnya setelah 4 bulan menetap di tanah Yogyakarta Hadiningrat.










"Indonesia Raya" is the national anthem of the Republic of Indonesia. The song was introduced by its compocer, Wage Rudolf Supratman, on 28 October 1928. The song marked the birth of the all-archipelago nationalist movement in Indonesia that supported the idea of one single "Indonesia" as successor to the Dutch East Indiest, rather than split into several colonies.

Antusiasme rakyat Yogya menyayikan lagu kebangsaan  Indonesia Raya membuatnya rindu akan tanah air. Ia memang sedang tidak kemana, tapi berita-berita buruk akan tanah air membuat ia rindu akan Indonesia di matanya waktu kecil. Tidak banyak yang ia ketahui  saat itu, selain Indonesia sebagai zamrud di khatulistiwa, negara agraris, negara kepulauan yang kaya akan hasil laut, atau pemasok paru-paru dunia, yang semuanya pernah ia baca  dan hafal dari buku Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) SD bersampul biru.

Ia rindu saat di mana kenyataan belum mengontaminasi bayangannya akan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Ah, kenyataan memang selalu begitu.
SHARE:

1 komentar

  1. yap memang betul kenyataan memang selalu begitu ..
    tapi hal itu dapat dirubah ,,, dan membuat kenyataan akan tampak seperti bayangannya.

    nice post !

    BalasHapus

© Mettle in Perspective. All rights reserved.
Blogger Templates made by pipdig