11.05.2014

Nawa Cita dan Tenaga Kerja Indonesia



Oleh Nur'aini Yuwanita Wakan, Founder Youth Finance Indonesia


Kenapa sih banyak orang Indonesia tidak bisa pakai toilet? Toilet selalu jadi kotor setelah kalian pakai.

Pertanyaan sekaligus pernyataan pedas tersebut datang dari seorang cleaning service yang saya temui di Abu Dhabi International Airport pada akhir tahun 2013 lalu. Ia menunjukkan rasa kesalnya karena harus membershikan lantai toilet yang basah setiap kali (kebanyakan) orang Indonesia menggunakan toilet bandara tersebut. Kebetulan saat di bandara, saya bertemu rombongan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan kembali ke tanah air setelah beberapa tahun bekerja di Uni Emirat Arab. Saat saya masuk toilet, mbak cleaning service itu pun langsung meminta saya menggunakan toilet dengan benar. Tentu dalam bahasa inggris dan dengan nada yang tidak bersahabat.

Seorang TKI berumur paruh baya menghampiri saya dan menceritakan hal yang sama. Ia tidak berani menggunakan toilet karena merasa dimarahi oleh sang cleaning service. Ia rupanya tidak paham apa penyebab sang cleaning service marah-marah. Akhirnya, saya berusaha menjelaskan sekaligus menunjukkan cara bagaimana menggunakan toilet agar tetap kering.

Kejadian tersebut mengajarkan saya soal pentingnya dua hal: komunikasi dan kompetensi. Dua hal inilah yang wajib dimiliki oleh TKI yang akan bekerja di luar negeri. Jika TKI dapat berkomunikasi dengan baik dalam bahasa inggris ataupun bahasa negara yang dituju, kemungkinan terjadinya konflik akan
SHARE:

10.02.2014

Sharing Session bersama BKLASS mengenai 'Achievement'

Tulisan ini dibuat oleh Kak Reza Amaludin (CEO StudentsXCEO Yogyakarta Representative 2013). Matur nuwun, Kak, sudah diberikan kesempatan untuk bisa sharing dengan teman-teman BKLASS (Balairung Klaten Association) bulan Juni 2014 lalu.

Semoga bermanfaat, ya. :)





Bklass Sharing Shareng : Achievements with Nita Wakan

Berawal dari keinginanya memiliki gadget impian “IPAD” dan “BB”, ia memulai perjalanan prestasinya. Nita memiliki latar belakang keluarga yang memang tidak memfasilitasinya untuk mempunyai gadget yang terbilang mahal tersebut. Ia juga berada di lingkungan pertemanan yang membuatnya “iri” untuk memiliki gadget tersebut, menimbulkan keinginan untuk mendapatkanya dengan jalan lain, yaitu dengan mengikuti lomba. Pada akhirnya, IPAD dan BB idaman berhasil didapatkanya dari menjuarai dua lomba yang berbeda.

Namun, pandanganya mengenai prestasi berubah saat ia menjadi bagian dari PPSDMS Nurul Fikri Yogyakarta. Di sana ia dilatih agar tidak menjadi “Balon Kosong”, yaitu istilah untuk orang yang berprestasi namun hanya asal juara dan terkesan hanya mencari “hadiah”. Akhirnya ia mengubah haluan dengan mengikuti lomba yang memang sesuai bidang dan cita-citanya, yaitu menjadi guru dan konsultan bisnis.

Nita menyarankan kita untuk menguasai dua hal, yaitu “Bahasa Inggris” dan “Media”. Karena dua hal itu yang membuatnya mengetahui peluang-peluang event, conference atau lomba bergengsi yang bertaraf Internasional. Salah satu website rekomendasinya adalah http://conferencealerts.com. Menurutnya, penting bagi mahasiswa untuk mengikuti kegiatan yang bukan hanya tingkat nasional, namun juga Internasional.



Question & Answer

Apakah pernah merasa gagal?

Pernah, sering malah. Kegagalan terbesar adalah saat saya kelas 3 SMA. Waktu itu saya ingin sekali masuk ke Fakultas Kedokteran UI, saya merasa mampu saat itu, namun ternyata saya gagal. Teman saya yang nilainya sedikit di bawah saya justru yang diterima. Karena waktu itu saya terlalu pede dan malah tidak belajar, magang di Kompas MuDA dan Provoke! Magazine. Waktu itu saya merasa down. Malu. Hingga tidak ingin keluar kamar.

Saya berubah saat ayah saya berkata kepada saya “Kakak, sejauh ini ketika Ayah jatuh dan tidak bisa mendengar lagi (tuli), Kakak yang selalu semangatin Ayah, sekarang gantian, Kakak jatuh, kakak juga harus bisa semangat. Apa artinya jika Ayah dan Mamah mempunyai doa yang tinggi untuk Kakak, kalau Kakak tidak semangat, doanya ga akan sampai. Tegangan doanya ga sinkron. Kakak juga harus semangat.”

Seketika itu saya ubah mental saya, saya putar lagu-lagu penyemangat, saya pasang target-target yang membuat saya yakin bahwa saya bisa. Saat itu adalah turning point saya.

Saat itu saya sadar dan percaya bahwa tidak ada kegagalan, yang ada hanyalah proses belajar untuk memperbaiki kesalahan.



Adakah saran untuk mahasiswa yang memiliki passion dan background ilmu yang berbeda?

Kita sebagai mahasiswa, terlebih sebagai seorang muslim, harus bisa profesional. Kita harus bisa berprestasi, namun akademik juga harus bagus. Jika belum tahu mana yang terbaik, apakah akan mengejar passion atau ikut jalur profesional, cobalah untuk
SHARE:
© Mettle in Perspective. All rights reserved.
Blogger Templates made by pipdig