Sumber: http://instagram.com/tsamaradki |
“Soekarno memberi perumpamaan bahwa laki-laki dan perempuan seperti dua sayapnya seekor burung, Nit, saling melengkapi untuk bisa terbang tinggi.” ujar Tsamara ketika kami membicarakan Sarinah, salah satu kumpulan tulisan Soekarno.
Sammy, begitu panggilan akrab kami untuknya. Banyak dalam
kesehariannya Sammy mengutip perkataan Soekarno, salah satu tokoh nasionalis yang ia kagumi lekat-lekat. Di Bawah Bendera Rakyat bak sebuah
kitab suci
yang sudah habis ia lahap.
Suatu kali Sammy pernah bertanya, “Siapa tokoh nasional yang lo suka, Nit?”
“Buya Hamka.” jawab
saya.
Lalu obrolan kami berlanjut sampai pada bagaimana Soekarno
dan Hamka memiliki banyak perbedaan pendapat, begitu lantangnya Hamka melawan
pemerintahan saat itu hingga Soekarno mengirim Hamka ke penjara selama 2 tahun
4 bulan. Akan tetapi di akhir hayatnya, Soekarno meminta Hamka menjadi imam
shalat jenazahnya.
“Bila aku mati
kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
pinta Soekarno.
Kita belajar dari bapak-bapak bangsa, bahwa perbedaan
ideologi politik tidak menjadikan kita hilang rasa untuk memanusiakan manusia
lain, masih ada ruang diantara mereka
untuk bisa
saling memahami dan memaafkan, hingga kita rupanya perlu banyak belajar soal kebesaran hati dari mereka.
Saya mengenal Sammy jauh sebelum