4.21.2019

Jalan Juang Tsamara Amany

Sumber: http://instagram.com/tsamaradki

Soekarno memberi perumpamaan bahwa laki-laki dan perempuan seperti dua sayapnya seekor burung,
Nit, saling melengkapi untuk bisa terbang tinggi.” ujar Tsamara ketika kami membicarakan Sarinah, salah satu kumpulan tulisan Soekarno.

Sammy, begitu panggilan akrab kami untuknya. Banyak dalam kesehariannya Sammy mengutip perkataan Soekarno, salah satu tokoh nasionalis yang ia kagumi lekat-lekat. Di Bawah Bendera Rakyat bak sebuah kitab suci yang sudah habis ia lahap.  

Suatu kali Sammy pernah bertanya, “Siapa tokoh nasional yang lo suka, Nit?”

Buya Hamka.” jawab saya.

Lalu obrolan kami berlanjut sampai pada bagaimana Soekarno dan Hamka memiliki banyak perbedaan pendapat, begitu lantangnya Hamka melawan pemerintahan saat itu hingga Soekarno mengirim Hamka ke penjara selama 2 tahun 4 bulan. Akan tetapi di akhir hayatnya, Soekarno meminta Hamka menjadi imam shalat jenazahnya.

Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.” pinta Soekarno.

Kita belajar dari bapak-bapak bangsa, bahwa perbedaan ideologi politik tidak menjadikan kita hilang rasa untuk memanusiakan manusia lain, masih ada ruang diantara mereka untuk bisa saling memahami dan memaafkan, hingga kita rupanya perlu banyak belajar soal kebesaran hati dari mereka.

Saya mengenal Sammy jauh sebelum
wajah dan visi misinya muncul pada banyak poster serta spanduk yang terpampang di sepanjang selatan jalanan ibu kota. Siapa saja yang pernah berbicara empat mata dengannya akan bisa merasakan kekuatan, ketulusan dan keseriusannya dalam berpolitik. Ia pun membuktikannya dengan terjun ke dalam politik praktis di usia dua puluh satu tahun dan bergabung dengan partai yang menjadi cinta pertamanya dalam berpolitik.

17 April 2019 kemarin menjadi salah satu pencapaian terbaik demokrasi negeri ini. 81% dari 190 juta rakyat Indonesia yang memiliki hak suara datang ke bilik-bilik pemilu untuk memilih calon pemimpin bangsa ini lima tahun kedepan. Ini semestinya menjadi sebuah pertanda baik, kepedulian kita semakin naik.

Maka jangan kalah, Sam. Jangan kalah jika tiba saatnya dimana politik tidak lagi mempersilahkan kita mengenali siapa lawan siapa kawan. Jangan kalah jika suatu hari kendaraan yang dinaiki tidak menuju arah yang sama, tidak memperjuangkan nilai yang sama, pun bertentangan dengan hati nurani. Jangan kalah dengan keinginan untuk menguasai kursi di Senayan, jangan kalah dengan ajakan berkompetisi mengalahkan partai lain untuk bisa merebut suara rakyat, merebut hati rakyat. Ada tujuan yang lebih besar dan mulia dari itu, memperjuangkan hak-hak rakyat. Juga, jangan kalah dengan ribuan pujian, Sam.

Kita pernah bicara bahwa kita akan bangun bangsa ini dengan peran kita masing-masing. Memperjuangkan hak-hak perempuan dan keterwakilan kepemimpinan perempuan di berbagai sektor. Jalan yang kamu pilih, Sam, adalah sebuah jalan juang yang akan meminta segalanya. Jangan pernah bergantung dengan siapapun, Sam, kecuali dengan Yang Maha Menguasai. Siapapun bisa meninggalkan kita, tapi tidak dengan Yang Maha Memiliki. Ada banyak orang yang menyayangimu, Sam, tapi jangan  kalah dalam menghadapi orang-orang yang tidak menyukaimu, yang ingin menjatuhkanmu, hingga yang ingin menggunakanmu untuk mencapai kepentingan pribadinya. Mereka ada untuk menguji langkah kita dan menjadikannya semakin kuat. Maka, aku berdoa agar Yang Maha Melindungi selalu melindungimu dan mengiringi setiap langkahmu..

Soekarno pun mengakui, perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.

Hamka mengingatkan kita, tugas kita bukanlah untuk berhasil, tapi untuk berjuang. Cinta itu perang, perang hebat di dalam rohani manusia. Bila jiwa yang suci beroleh kemenangan, kelak akan didapati seorang yang tulus, ikhlas luas faham, sabar dan terang hati.

Teruslah berjuang dengan sebaik-baik perjuangan, selamat hari kartini, Sam.
Selamat menjadi Kartini dengan versi terbaik kita.




Peluk hangat dari Utan Kayu,
Nita dan pejuang kecil di dalam perut,
21 April 2019

SHARE:

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Mettle in Perspective. All rights reserved.
Blogger Templates made by pipdig