10.08.2012

Menjadi SRIKANDI




SRIKANDI, sosok the ultimate model of independent womanhood dalam pewayangan jawa; sebagai simbol kekuatan dan keberanian. Srikandi dijadikan suri tauladan karena menjadi prajurit wanita yang berhasil mengalahkan Bisma dengan panah dahsyatnya, Hrusangkali. Itulah mengapa Srikandi menjadi inspirator bagi kami, peserta PPSDMS Regional 3 Yogyakarta Putri.

9 Juli 2012 menjadi hari pertama bagi saya menginjakkan kaki di BarbieDorm—julukan bagi asrama kami yang bercat merah jambu dan ungu. Kedatangan saya yang terlambat dibandingkan teman-teman lain membuat rasa takut itu hadir menjadi-jadi; ketakutan tidak bisa beradaptasi, tidak tahan dengan program-program yang diwajibkan, sampai takut  tidak memiliki sahabat. Semua ketakutan itu benar-benar ada.

Saya melangkah masuk sambil mengucap bismillah dalam hati. Saat itu, asrama sepi dan pintu memang tidak terkunci. Saya sejenak berhenti di balik pintu dan memperhatikan ruangan di dalam. Ada lima pintu kayu di bawah dan anak-anak tangga menuju lantai dua tempat kamar saya berada.

Saya menaiki anak-anak tangga itu. Semakin tinggi saya naik, semakin hilang rasa takut itu. Terlebih lagi, hati saya berkata ini bukan asrama, tapi rumah.

Ternyata benar. Banyak program yang wajib diikuti, seperti waktu berkah shubuh, apel pagi, deep introduction, family meeting, kajian pekanan, kajian bulanan, piket bersih-bersih sampai piket masak untuk sahur.

Banyak teman dan senior yang melontarkan candaan kepada saya ketika mereka tahu saya harus kembali ke asrama pukul tujuh malam, “Jam segitu mah banci baru mandi!”

Atau ketika mereka tahu ini adalah pendidikan dengan nilai islam yang kental, “Wah kalau main ke asramamu, aku harus pakai gamis ya?” “Yah kita engga bisa hang out sampe malem lagi dong, Nit.”

Mendadak, saya menjadi orang yang tidak peduli dengan hal-hal itu.

Secara sadar atau tidak, ada perasaan kuat yang saya dapatkan dari tiga puluh satu wanita yang hidup bersama saya di BarbieDorm: persaudaraan (ukhuwah).

Ketika saya sakit, mereka memberikan saya selimut, menemani berobat, bahkan membuatkan segelas teh hangat. Ketika saya tidur terlalu lelap, mereka membangunkan saya untuk ikut sembahyang berjamaah. Ketika ada yang berulang tahun, mereka menyiapkan surprise dan kue manis nan lezat.

Sungguh, saya berharap bisa melihat tiga puluh satu senyum yang sama dua tahun kemudian.

Saya berharap persaudaraan ini bisa terjaga dan mampu mengalahkan self-oriented yang  datang mencekam ketika terompet kompetisi ditiupkan.




Tiga puluh satu wanita itulah srikandi yang membuat saya ingin ikut menjadi srikandi. Mereka membawa panah-panah yang berbeda namun kami belajar bersama-sama untuk bisa melesatkan panah itu sedahsyat Hrusangkali. Bahkan lebih.

Bismillahirrahmanirrahim.
SHARE:

1 komentar

  1. […] Source: http://nitawakan.wordpress.com/2012/10/09/menjadi-srikandi/ […]

    BalasHapus

© Mettle in Perspective. All rights reserved.
Blogger Templates made by pipdig