9.23.2011

When I'm Down (SNMPTN) Part 1

Lagi buka-buka file lama dan menemukan sebuah file dengan judul "Never Give Up" di harddisk. Ternyata sebuah tulisan yang saya buat sebelum SNMPTN Tertulis. Pas baca lagi jadi sedih dan teringat masa-masa perjuangan itu. Semoga bisa diambil pelajaran.


Never Give Up


Menjadi dokter adalah salah satu impian terbesar saya. Mimpi akan kedokteran telah saya bangun sedemikian rupa hingga terasa indah sekali untuk sekedar dibayangkan.

Tanggal 17 Mei 2011, saya dan beberapa sahabat berkumpul untuk melihat pengumuman SNMPTN Undangan bersama-sama.  Memasukkan nomer ujian dengan gemetar diselingi halaman twitter yang Alhamdulillah, penuh dengan keberhasilan teman-teman yang sudah diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Bismillahirrahmanirrahiim.

Saya memasukkan nomer ujian dengan perlahan dan mengkoreksi setiap angka yang saya ketik,

dan… Ya. Saya menahan nafas beberapa detik.

Saya tidak lulus seleksi.

Saya tidak lulus FK UI.

Begitu pula sahabat-sahabat saya di ruangan itu. Kami semua tidak lulus SNMPTN Undangan. Seperti sebuah takdir yang mempertemukan kami untuk saling menguatkan saat itu.

Sungguh, saya tidak tahan untuk tidak menangis. Sambil menahan air mata, saya pamit sebentar untuk memberi kabar orang-orang di rumah. Saya berlari menuju rumah ditemani angin malam yang kencang.

Di sepanjang jalan, saya menangis. Saya tidak peduli lagi dengan orang-orang di jalan yang memperhatikan saya.

Sesampainya di rumah, saya langsung bersujud di kaki kedua orang tua, di kaki mama dan ayah. Di bawah kaki mereka, saya terus menangis. Menangis sejadi-jadinya. Ayah langsung menarik saya berdiri sambil menyeka air mata yang juga turun dari kedua matanya.

Lima hari saya mengurung diri di kamar. Keluar kamar pun hanya sesekali. Menghampiri mama lalu menangis. Mental saya jatuh. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Mungkin terlihat berlebihan, tapi sungguh, itu yang terjadi.  Saya takut menghadapi kegagalan. Saya takut untuk menghadapi kegagalan lagi di ujian selanjutnya: SNMPTN Tertulis. Yang hanya berselang 2 minggu dari pengumuman.

Saya belum siap untuk menghadapi kenyataan kalau saya….tidak menjadi dokter.

Sampai suatu malam, ayah memanggil saya. Lalu mulai berkata,

 Ayah dan mama atau siapapun, engga ada yang bisa ngebantu kakak. Cuma kakak yang bisa bantu diri kakak sendiri. Ayah dan mama hanya bisa berdoa.

Kak, kalaupun ayah dan mama berdoa, tapi dalam diri kakak sendiri tidak ada keyakinan kalau kakak bisa, semuanya itu percuma. Ibaratnya, mama dan ayah sudah memberi aliran listrik 10000 mega ampere  tapi daya kakak cuma 2 watt.  Instalasi nya engga nyambung.

Kak, ayah engga berharap apa-apa lagi kecuali keyakinan diri kakak kembali. Inget Kak, bukan kemenangan mendapatkan kursi di PTN aja yang kaka perjuangin. Tapi lebih dari itu, KEMENANGAN MENTAL.

Waktu ayah menghadapi tes wawancara dengan kondisi ayah yang engga bisa mendengar lagi (tuli), kakak yang selalu semangatin ayah dan bilang kalau ayah bisa. Kakak yang selalu memotivasi ayah. Sekarang waktunya kakak untuk membuktikan ucapan kakak ke ayah dulu.

Ayah benar. Begitu mudahnya saya memotivasi orang lain. Menulis kalimat-kalimat penyemangat. Membuat cerita-cerita inspirasi. Sekarang lah saatnya bagi saya untuk mempertanggungjawabkannya.

So I’ll never give up, never give in, never let a ray of doubt slip in. And if I fall, I’ll never fade, I’ll just get up and try again.


Sekarang bukan lagi kursi PTN yang ingin ditaklukan.

Tapi mental tempe yang ada dalam diri.

bersambung.
SHARE:

4 komentar

  1. Assalamu'alaikum wa rahmatullah.


    Alhamdulillah nita, ayahmu keren. :)

    BalasHapus
  2. Wa'alaikumsalam, iya meru alhamdulillah aku punya ayah seperti beliau :) terimaksih yaaa sudah berkunjung ke blog baruku :D

    BalasHapus
  3. masih adakah cita2 jadi dokter itu sekarang? -_-

    BalasHapus
  4. haha nanyanya kenapa pake emot -__- oomguru?
    masih kok, tapi lagi belajar dan menikmati ilmu baru sekarang :)

    BalasHapus

© Mettle in Perspective. All rights reserved.
Blogger Templates made by pipdig